Rabu, 21 Januari 2015

Resolusi dalam Risoles



Berbicara tentang awal tahun sering kali kita dibawa pada resolusi – resolusi hidup. Dimana kita diperhadapakan pada satu semangat baru. Kita bisa melakukan intropeksi diri atas capaian – capaian kita di tahun yang lalu dan membuat target baru di tahun yang baru. Menyusun rencana untuk mencapai mimpi, mengurangi hal – hal yang kurang baik. Mempertahankan atau bahkan meningkatkan beberapa target yang dinilai positif. Dan tentunya membuat terobosan – terobosan untuk tahun yang baru.
Resolusi sendiri menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang merupakan kata benda secara harafiah memiliki arti putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan. Seperti bahasa Indonesia yang lain kata resolusi ini juga mengalami perkembangan makna. Dalam dunia fotografi resolusi erat kaitannya dengan konteks pencitraan digital.  Istilah resolusi dalam kamera digital berarti total spatial space seperti 640 x 480, 1052 x 768, 1280 x 1024. EFS-1 memiliki resolusi citra 1280 x 1024. Disini resolusi spasial berarti jumlah pixel mendatar (kolom) kali jumlah pixel tegak (baris) dari suatu gambar yang di tangkap kamera. Dalam konteks ini resolusi adalah ukuran ketajaman gambar yang ditangkap kamera.
Konteks kata resolusi ini terus berkembang menjadi satu istilah yang populer dalam menyambut tahun baru. Maka makna kata ini bergeser menjadi suatu keputusan yang bulat untuk berubah kearah yang lebih baik. Karena secara pribadi saya suka makan, saya sering sekali menghubungkan satu istilah dengan makanan. Kembang api tahun baru 2015 bau asapnya belum hilang maka moment ini juga erat kaitan nya dengan makanan. Saya tidak akan membahas masalah makanankhas saat tahun baru namun makanan yang erat dengan resolusi. Yap, risoles makanan yang sudah tidak asing lagi danhampir selalu kita temukan dalam paduan menu snack dan coffebreak.
Risoles disebut roinsolles atau orang Belanda bilang rissole,  Bangsa Belandalah yang membawa makanan ini ke tanah air pada masa penjajahan kue risoles menjadi kue favorit bangsa tersebut, dan dieropa kue ini sudah ada sejak abad ke 13. Awalnya saya mengira kue gurih ini berasal dari akulturasi kuliner cina seperti lumpia atau sosis solo. Karena pada saat itu banyak bangsa pribumi yang bekerja pada orang-orang Belanda, sehingga mereka dapat mencoba sekaligus mengerti cara pembuatannya dan akhirnya sampai saat ini kue tersebut menjadi salah satu kue favorit yang banyak dijual ditoko-toko kue diseluruh tanah air.
Dahulu Risoles adalah pastri berisi daging biasanya daging cincang, dan sayuran yang dibungkus dadar, dan digoreng setelah dilapisi tepung panir dan kocokan telur ayam. dan pada perkembangannya sampai saat ini isi risoles bisa berupa daging ayam, daging ikan, udang, jamur kancing, wortel, kentang, atau buncis. Bahkan ada menu risoles terbaru memadukan mie bihun atau cincangan daging dan rebung. Kreasi lain memberi isi risoles dengan telur puyuh, dan istimewanya ada pula yang berisi keju. Lepas dari takaran menu aslinya tapi kini risoles menjadi makanan yang bersahabat dengan lidah orang Indonesia.
Lalu apa hubungannya resolusi ini dengan risoles? Mungkin sedikit membingungkan namun karena pelafalan yang hampir sama maka berfikir bahwa dua kata ini sangat berkaitan. Ada yang tidak setuju, tentu banyak yang tidak setuju dengan  pendapat saya. Munculnya menu snack bernama risoles ini tidak akan muncul tanpa ada resolusi dari para pribumi yang saat itu bekerja pada pemerintahan kolonial Belanda. Dengan beberapa penyesuaian racikan bahan dasar pembuatan risoles, makanan yang resep awalnya berupa pastri ini bisa diterima lidah pribumi.
Jika menurut KBBI resolusi merupakan suatu tuntutan dan dalam bahasa fotografi berarti ketajaman gambar. Maka dalam kasus terciptanya menu risoles yang yummy di bumi pertiwi ini tidak jauh dari munculnya satu tuntutan yang memiliki ikatan yang kuat ( sebut saja muncul dari tuntutan yang tajam).  Meski munculnya secara tidak sengaja dan mengalir bersama waktu dimana penduduk pribumi mendapatkan kemampuan mengolah racikan bumbu karena bekerja di rumah atau restoran – restoran milik Belanda kala itu.
Sama hal nya dalam hidup dan dalam menyambut tahun yang baru, meski kadang resolusi – resolusi atas hidup kita ini terjadi begitu saja karena suatu tuntutan yang harus kita jalani namun adanya target yang merubah kita kearah lebih baik. Mungkin tidak harus muluk – muluk dalam membuat resolusi tahun ini, melihat apa yg kurang di tahun lalu dan apa yang perlu dicapai di tahun ini adalah hal yang cukup bijak. Dan suatu tuntutan yang berat itu tidak perlu berasal dari area luar diri kita. Layaknya para pekerja kuliner di masa kolonial Belanda yang mau tidak mau harus bisa memasak pastry yang kini disebut risoles sebagai tuntutan kerja mereka.
Semangat untuk menjadi pribadi lebih baik itu rasanya cukup menjadi tuntutan, agar hidup kita bisa dinikmati sesama dengan lidah mereka layaknya risoles yang kini bukan lagi menjadi menu petinggi kolonial Belanda saja. Tapi sudah jadi menu wajib bahkan disetiap arisan ibu – ibu PKK.
(dari berbagai sumber pendukung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar