Berbicara tentang awal tahun
sering kali kita dibawa pada resolusi – resolusi hidup. Dimana kita diperhadapakan
pada satu semangat baru. Kita bisa melakukan intropeksi diri atas capaian –
capaian kita di tahun yang lalu dan membuat target baru di tahun yang baru. Menyusun
rencana untuk mencapai mimpi, mengurangi hal – hal yang kurang baik. Mempertahankan
atau bahkan meningkatkan beberapa target yang dinilai positif. Dan tentunya
membuat terobosan – terobosan untuk tahun yang baru.
Resolusi sendiri menurut kamus
besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang merupakan kata benda secara harafiah
memiliki arti putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan
yg ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya
berisi tuntutan. Seperti bahasa Indonesia yang lain kata resolusi ini juga
mengalami perkembangan makna. Dalam dunia fotografi resolusi erat kaitannya dengan
konteks pencitraan digital. Istilah resolusi dalam kamera digital berarti
total spatial space seperti 640 x 480, 1052 x 768, 1280 x 1024. EFS-1 memiliki
resolusi citra 1280 x 1024. Disini resolusi spasial berarti jumlah pixel
mendatar (kolom) kali jumlah pixel tegak (baris) dari suatu gambar yang di
tangkap kamera. Dalam konteks ini resolusi adalah ukuran ketajaman gambar yang
ditangkap kamera.
Konteks kata resolusi ini terus
berkembang menjadi satu istilah yang populer dalam menyambut tahun baru. Maka makna
kata ini bergeser menjadi suatu keputusan yang bulat untuk berubah kearah yang
lebih baik. Karena secara pribadi saya suka makan, saya sering sekali
menghubungkan satu istilah dengan makanan. Kembang api tahun baru 2015 bau
asapnya belum hilang maka moment ini juga erat kaitan nya dengan makanan. Saya
tidak akan membahas masalah makanankhas saat tahun baru namun makanan yang erat
dengan resolusi. Yap, risoles makanan yang sudah tidak asing lagi danhampir
selalu kita temukan dalam paduan menu snack dan coffebreak.
Risoles disebut roinsolles atau
orang Belanda bilang rissole, Bangsa Belandalah yang membawa makanan ini
ke tanah air pada masa penjajahan kue risoles menjadi kue favorit bangsa
tersebut, dan dieropa kue ini sudah ada sejak abad ke 13. Awalnya saya mengira
kue gurih ini berasal dari akulturasi kuliner cina seperti lumpia atau sosis
solo. Karena pada saat itu banyak bangsa pribumi yang bekerja pada orang-orang
Belanda, sehingga mereka dapat mencoba sekaligus mengerti cara pembuatannya dan
akhirnya sampai saat ini kue tersebut menjadi salah satu kue favorit yang
banyak dijual ditoko-toko kue diseluruh tanah air.
Dahulu Risoles adalah pastri
berisi daging biasanya daging cincang, dan sayuran yang dibungkus dadar, dan
digoreng setelah dilapisi tepung panir dan kocokan telur ayam. dan pada
perkembangannya sampai saat ini isi risoles bisa berupa daging ayam, daging
ikan, udang, jamur kancing, wortel, kentang, atau buncis. Bahkan ada menu
risoles terbaru memadukan mie bihun atau cincangan daging dan rebung. Kreasi
lain memberi isi risoles dengan telur puyuh, dan istimewanya ada pula yang
berisi keju. Lepas dari takaran menu aslinya tapi kini risoles menjadi makanan
yang bersahabat dengan lidah orang Indonesia.
Lalu apa hubungannya resolusi ini
dengan risoles? Mungkin sedikit membingungkan namun karena pelafalan yang
hampir sama maka berfikir bahwa dua kata ini sangat berkaitan. Ada yang tidak
setuju, tentu banyak yang tidak setuju dengan
pendapat saya. Munculnya menu snack bernama risoles ini tidak akan
muncul tanpa ada resolusi dari para pribumi yang saat itu bekerja pada
pemerintahan kolonial Belanda. Dengan beberapa penyesuaian racikan bahan dasar
pembuatan risoles, makanan yang resep awalnya berupa pastri ini bisa diterima
lidah pribumi.
Jika menurut KBBI resolusi
merupakan suatu tuntutan dan dalam bahasa fotografi berarti ketajaman gambar. Maka
dalam kasus terciptanya menu risoles yang yummy
di bumi pertiwi ini tidak jauh dari munculnya satu tuntutan yang memiliki
ikatan yang kuat ( sebut saja muncul dari tuntutan yang tajam). Meski munculnya secara tidak sengaja dan
mengalir bersama waktu dimana penduduk pribumi mendapatkan kemampuan mengolah
racikan bumbu karena bekerja di rumah atau restoran – restoran milik Belanda
kala itu.
Sama hal nya dalam hidup dan
dalam menyambut tahun yang baru, meski kadang resolusi – resolusi atas hidup
kita ini terjadi begitu saja karena suatu tuntutan yang harus kita jalani namun
adanya target yang merubah kita kearah lebih baik. Mungkin tidak harus muluk –
muluk dalam membuat resolusi tahun ini, melihat apa yg kurang di tahun lalu dan
apa yang perlu dicapai di tahun ini adalah hal yang cukup bijak. Dan suatu tuntutan
yang berat itu tidak perlu berasal dari area luar diri kita. Layaknya para
pekerja kuliner di masa kolonial Belanda yang mau tidak mau harus bisa memasak
pastry yang kini disebut risoles sebagai tuntutan kerja mereka.
Semangat untuk menjadi pribadi
lebih baik itu rasanya cukup menjadi tuntutan, agar hidup kita bisa dinikmati
sesama dengan lidah mereka layaknya risoles yang kini bukan lagi menjadi menu
petinggi kolonial Belanda saja. Tapi sudah jadi menu wajib bahkan disetiap
arisan ibu – ibu PKK.
(dari berbagai sumber pendukung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar